SEJARAH NABABAN
Marga Nababan adalah anak ke tiga dari Empat bersaudara dari Toga Sihombing. Yang dahulu lahir dan bertempat tinggal di Tipang (Dekat
Muara Tapanuli Utara). Memang tidak bisa disalahkan apabila ada marga
Nababan yang menyebut dia Marga Sihombing, tetapi seiring dengan
perkembangan dan semakin banyaknya keturunan Marga Sihombing maka ada
baiknya disebut Marga Nababan, apalagi saat ini yang kita tahu keturunan
Toga Sihombing sudah ada saling menikah (Bukan se-borsak). Keturunan
(Anak) Toga Sihombing ada 4 (empat), yaitu:
- Silaban (Borsak Junjungan) sebagai Anak Pertama
- Lumbantoruan (Borsak Sirumonggur) sebagai Anak kedua
- Nababan (Borsak Mangatasi) sebagai Anak Ketiga
- Hutasoit (Borsak Bimbingan)sebagai Anak Keempat/Siampudan
Keempatnya sudah benyak saling menikah,
contohnya antara silaban dengan lumbantoruan, Lumbantoruan dengan
Nababan, Nababan dengan Hutasoit, Hutasoit dengan Silaban dan sebaliknya
tetapi menikah dengan satu marga (borsak) sangat dilarang dan tidak
boleh pada dasarnya.
Toga Sihombing mempunyai saudara yaitu
Toga Simamora yang merupakan anak dari Toga Sumba. Jadi Anak Toga Sumba
Ada 2 (dua) yaitu:
- Toga Sihombing
- Toga Simamora
Dan menurut cerita, Toga Sumba dulu
tinggal di daerah Balige, tetapi suatu ketika timbul perselisihan di
antara mereka karena ketidaksengajaan dari keturunan Nai Sobuon
mengakibatkan anak dari Nai Tukaon tewas. Sejak kejadian ini keturunan
dari Nai Sobuon jadi was-was dan akhirnya mereka keluar dari Balige dan
menetap dipinggiran Danau Toba yakni Huta Meat, Balige. Tetapi rasa
was-was selalu menghantui, akhirnya Toga Sumba pun harus merantau dan
membuka perkampungan lagi ke daerah Samosir yaitu kampung “Tipang”. Disana Toga Sumba menetap dan memiliki 2 (dua) turunan diatas.
Berjalan waktu akhirnya Toga Sumba pun
meninggal di Tipang. Kedua anaknya ini tidak ada kecocokan sehingga
timbul pertengkaran gara-gara pembagian harta warisan konon disebut cuma
gara-gara 1 (satu) ekor kerbau. Karena Toga Sihombing merasa anak yang
paling sulung maka dia berhak untuk memilih bagiannya pertama, dan dia
memilih bagiannya setengah belakang. Tetapi Toga Simamora, juga
menginginkan bagian setengah kebelakang dan akhirnya mereka pun sepakat,
bagian kepala bagian Toga Simamora.
Suatu waktu Toga Sihombing mau
menggunakan kerbau tersebut untuk membajak sawah, tetapi di larang oleh
Toga Simamora, karena bagian depan (leher dari kerbau) yang digunakan
untuk meletakkan bajak itu adalah milik Toga Simamora. Situasi pun terus
memanas selalu bertikai karena Toga Sihombing tidak bisa lagi membajak
sawah.
Perselisihan pun terjadi kembali ketika
kerbau itu beranak, karena Toga Simamora merasa itu miliknya. Toga
Sihombing pun ngotot bahwa anak kerbau itu adalah miliknya karena keluar
dari bagian belakang.
Yang pada akhirnya, Toga Simamora pun pergi dari kampung itu dan membuka perkampungan dan menetap di Lobusipagabu diatasnya
Bakara. Sedangkan Toga Sihombing juga akhirnya pindah dari Tipang
karena tanahnya kurang subur ke arah Sipultak dan membuka kampung yang
dulu diberi nama Lobuonanria.
(Ada cerita Toga
Simamora mengambil istri Toga Sihombing dan mempunyai anak 3 (tiga)
yakni Purba, Manalu dan Debataraja tetapi ini kita tinggalkan dulu)
Menurut cerita, Marga Nababan diyakini
berasal dari kata “BABA”=Mulut. Konon katanya Borsak Mangatasi ini
kurang lancar berbicara dan sulit mengutarakan/mengatakan sesuatu dengan
lugas dan agak pelupa sehingga kalau seseorang menyuruhnya maka ia akan
mudah lupa akan apa yang telah diperintahkan kepadanya. Kadang dia akan
kembali lagi untuk menanyakan tadi saya disuruh ngapain? Sehingga dia
pun harus berulang-ulang untuk mengucapkan sesuatu biar tidak lupa.
Ceritanya kira-kira seperti ini, Sewaktu
Borsak Mangatasi tumbuh dewasa, ia disuruh oleh orang tuanya untuk
mencari teman hidupnya, namun ia tidak tahu harus mengatakan apa pada
perempuan yang akan ditemuinya, kemudian dia meminta pada ibunya untuk
mengajarkannya bagaimana cara mengungkapkan isi hatinya terhadap calon
pasangannya. Lalu ibunya mengajarkan: “Dokma songonon, Ale boru ni rajanami lomo do rohamu marnida ahu, asa hu alu-aluhon tu natorashu.” (Hai gadis.. apakah kamu ada perasaan suka sama saya agar saya sampaikan kepada Orang tua saya)
Kemudian Borsak Mangatasi berangkat
mencari wanita idamannya, namun di tengah perjalanan ia pun lupa dan
kembali pulang pada ibunya untuk meminta diajarkan kembali. Dan ternyata
itu terjadi berulang-ulang. Dan setiap ia kembali pada ibunya ia selalu
di ajarkan kata yang sama tetapi ia tetap lupa, hal ini selalu membuat
ibunya marah dan jengkel, tetapi ibunya juga merasa lucu dengan tingkah
anaknya dan sambilnya tersenyum ibunya mengatakan, “ha,ha, ha, nimmu do pe!, si baba-baba an do ho, songon tangke, asa Sibabaan nama goarmu” Mulai saat itu Borsak Mangatasi mendapat nama baru Nababan (berasal dari kata si”baba”an)
(Ini adalah cerita, belum bisa dijamin kebenarannya ya..)
Tipang
adalah tempat kelahiran Marga Nababan. Dan disana pula berkembang.
Tetapi lama kelamaan, Keturunannya mulai merantau ke beberapa daerah
seperti ; Nagasaribu, Lumban tonga-tonga, Butar, Sipultak,
Siborong-borong, Sitabo-tabo, Paniaran dan daerah lain
Marga Nababan harusnya lebih rendah hati lagi karena sampai empat generasi Ompung kita hanya mempunyai satu anak yakni :
- 1. Siantar Julu
- 2. Siantar Jae
- 3. Sisogosogo
- 4. Op. Domi Raja
Tetapi seiring dengan kemajuan zaman,
terlihat bahwa kasih diantara keluarga itu sudah mulai redup dimana
sudah terlihat jelas perbedaan-perbedaan sesama Marga Nababan. Sudah
timbul kata “Siapa lo, siapa gue“. Harusnya kita seperti kata pepatah orang tua kita dulu, “Marsitungkol-tungkolan songon suhat di robean, Marsiamin-aminan songon lampak ni gaol”
yang artinya marilah kita bersatu dan memelihara tali persaudaraan
dimana kita saling menopang, saling mambantu dan saling mengasihi satu
antara lain. Bukan karena kekayaan dan kejayaan serta keberhasilan kita
bersaudara tetapi karena KASIH. Mari kita melihat kebelakang dan tetap
berjalan maju kedepan, apa yang tidak baik diwaktu lalu kita tinggalkan
dan berbenah untuk selalu melakukan kebaikan untuk kedepannya.
Sejarah Partangiangan Borsak Mangatasi Nababan 13 Oktober 1955
LOGO PARTANGIANGAN BORSAK MANGATASI NABABAN
Tanggal 13 Oktober 1955
Silsilah Borsak Mangatasi Nababan
Gambar Tugu Tuan Nahoda Nababan/br Sianturi
Sejarah Partangiangan Pomparan Borsak Mangatasi Nababan
Dung lam takkas akka oppung
naparjolo mamilang-milangi di pomparan ni Omputa Borsak Mangatasi
Nababan, di hagabeon, di parbinotoan, di hapogoson lumobima di habisuhon
tung mansai dao Nababan hatinggalan sian Pomparan ni Toga Sihombing
jala takkas maruji-ruji nasida asa mangido Pasu-pasu sian Ompung
Namartua Debata, nani uluhon ni …..bersambung….
- Penulis : Lorenzo Nababan
No comments:
Post a Comment